• MI MUHAMMADIYAH KALIGONDANG
  • Madrasah Sehat, Beprestasi Berbekal IMTAK dan IPTEK

Kelas 2

Belajar Jarak Jauh Gara-Gara Korona, Siapa Takut?

sumber:
Devy Mariyatul Ystykomah - Guru SMK PGRI 1 Kota Kediri dan Tutor kelas V SD Sekolah LISA
  Disukai 17x   Dilihat 1139x

9:55 am


sumber ilustrasi :

Refleksi Anak di Balik Pembuatan Hand Sanitizer Sendiri

Covid-19 atau wabah korona membuat murid harus belajar di rumah. Ada yang merasa tergagap-gagap, ada pula yang biasa saja. Jangankan murid, begitu pun dengan gurunya. Mengingat sentuhan teknologi, harus digunakan, lebih dari biasanya.

Pembelajaran yang tepat mesti dilakukan. Tak hanya untuk membuat anak mengerti, tetapi juga memastikan mereka tidak bosan. Tentu bagi sebagian besar murid dan guru, pembelajaran jarak jauh adalah hal yang baru. Semuanya masih beradaptasi dan belajar

Di tempat saya mengajar di pagi hari, membiasakan pembelajaran jarak jauh adalah hal yang mudah. Murid SMK cenderung lebih tanggap dan mawas terhadap teknologi. Apalagi di SMK tempat saya mengajar, mereka sudah terbiasa melakukan pembelajaran dalam jaringan (daring/online). Setiap hari.

Berbeda halnya di tempat saya menjadi tutor bimbingan belajar, sore hari. Saya mengajar anak kelas 5 SD dari berbagai sekolah. Karakteristik dan kemampuan mereka berbeda-beda.

Ada yang terbiasa menggunakan berbagai aplikasi di telepon seluler (ponsel). Ada yang belum. Ada yang rumahnya beraliran sinyal cepat alias 4G. Ada pula yang sulit sinyal atau istilah Jawanya, ‘mendrip-mendrip’. Sulit? Mungkin iya. Tetapi untuk mengerti hal yang baru memang sudah sepatutnya dicoba. Memang tidak ada yang mudah, tapi tidak ada yang tidak mungkin, bukan?

Dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada, saya berupaya agar pembelajaran jarak jauh harus membuat anak tetap merasa dekat dengan saya. Baik secara komunikasi maupun konten belajarnya. Tidak membebani atau malah memberatkan mereka. Melainkan membuat mereka memahami tema yang sedang dipelajari.  

Dalam proses pembelajaran jarak jauh ini, saya menawarkan kesepakatan. Yaitu, bukan lagi belajar teori. Melainkan langsung praktik yang melibatkan saya, murid, dan orangtua.

Untuk menunjang itu, saya memiliki dua grup whatsapp (WA) untuk berkomunikasi. Pertama, grup whatsapp saya bersama orangtua dan yang kedua, grup WA saya dengan murid. Dari dua grup inilah saya berkomunikasi dengan murid dan orangtua. Di grup orangtua, kami membahas kesiapan mereka dalam proyek ini. Sedangkan di grup murid, kami membahas tentang rencana pelaksanaan serta apa saja referensi yang dibutuhkan.

Saya menyadari untuk murid kelas 5 SD, tentu masih perlu dukungan dan pendampingan orangtua. Makanya, saya sangat terbantu dengan orangtua yang peduli dan aktif dalam membersamai pembelajaran anaknya. Terutama dalam kondisi seperti sekarang.

Apalagi, tema tentang Covid-19 bukan hanya materi untuk murid. Namun bisa digunakan untuk pendidikan keluarga. Mengingat virus ini sendiri memang masih benar-benar baru dan belum banyak diketahui, baik proses penularannya maupun vaksinnya.

Karena itu, dalam grup WA orangtua, selain membahas praktik ini, kami juga aktif berbagi. Termasuk berdiskusi tentang keadaan daerah masing-masing. Informasi ini, juga sangat bermanfaat. Saya menggunakannya untuk menjabarkan kondisi di sekitar rumah mereka. Mulai dari keadaan daerahnya, jauh dekatnya dengan apotek, hingga bagaimana kesiapan mereka melakukan praktik pembelajaran jarak jauh. 

Dari percakapan itu, keadaan hingga persiapan untuk pembelajaran esok hari sudah kami diskusikan. Sehingga saat saya memberi penugasan ke murid, sebenarnya orangtuanya sudah tahu dan siaga jika diminta bantuan oleh anaknya.

Sementara di grup WA murid, pada awal pembelajaran, saya mengajak anak-anak berdiskusi tentang ‘apa itu korona?’. Dari sana, mereka berupaya memberi jawaban dengan referensi yang mereka punya. Mayoritas dari proses googling.

‘Cengkling’…satu per satu jawaban dari mereka saya terima di WA. Tak hanya menjawab singkat, dari pertanyaan tersebut mereka malah punya banyak imajinasi tentang apa yang harus dipraktikkan. Salah satunya terkait cara pencegahan agar tidak tertular korona.  

Saya membaca dengan sangat bersemangat dan memberi umpan balik cepat. Mereka juga  mengetik jawaban dan membalas dengan sangat giat. Diskusi terasa gayeng dan penuh makna. Padahal kami tak seperti biasanya di kelas, tetapi sedang berjauhan. Saya di rumah. Mereka pun di rumah.

Dalam diskusi itu, saya juga mengirimkan komik karya Watiek Ideo yang saya screenshoot dari postingan instagramnya @watiekideo. Anak-anak antusias. Mereka membaca 10 halaman komik, lalu membuat kesimpulan. Dari komik pendek itu mereka tahu cara menjaga diri dan orang sekitarnya agar tidak terpapar virus korona. Tambah lagi referensi mereka.

Dan hasilnya, akhirnya anak-anak dan saya memutuskan praktik pembelajaran jarak jauh ini dimulai dengan pencegahan penularan Covid-19. Saya pun memberi dua pilihan proyek untuk dikerjakan bersama orangtua.

Pilihan pertama, murid membuat karya video yang berisi cara mencuci tangan yang benar. Sebelum membuat karya ini, murid atau anak dibolehkan mencari data atau referensi. Dari sanalah mereka merumuskan cara yang akan digunakan. Sedangkan orangtuanya bertugas merekam dan mengirimkan videonya ke saya. Sementara pilihan kedua adalah video tentang cara membuat hand sanitizer. Prosesnya pun sama.

Saya sengaja memberi dua opsi praktik, yakni tentang cara mencuci tangan dan membuat hand sanitizer, karena sejumlah pertimbangan. Tidak semua rumah murid dekat dengan apotek. Begitu pun dengan fakta bahwa dengan merebaknya korona, bahan-bahan untuk membuat hand sanitizer seperti alkohol cukup sulit didapatkan. Jadi opsi membuat hand sanitizer hanya untuk mereka yang siap saja. Sementara yang kesulitan mencari bahan bisa membuat video tentang mencuci tangan.

Dengan kedua pilihan tersebut murid dapat memberikan hasil tutorial dalam bentuk video yang akan dibagikan ke saya dan whatsapp stories. Karya video inilah yang akan digunakan untuk berbagi dan mengedukasi yang lainnya.

Gambar Unjuk Kerja Anak

Di luar ekspetasi saya, ternyata ada murid yang ingin lebih bermakna untuk sekitarnya. Ia tahu bahwa hand sanitizer langka. Makanya, dia membuat dalam jumlah banyak untuk dibagikan ke sejumlah tetangga sekitar komplek rumahnya.

Sementara yang lain ada juga yang selalu mengingatkan orangtuanya soal kebersihan dan kewaspadaan untuk mencegah penularan korona. Di antaranya untuk selalu mencuci tangan dan membuka pintu dengan siku.

Meski, namanya anak-anak, saya pun mendapat cerita lucu. Ada orangtua yang berbagi bahwa anaknya mengaku kesulitan mengunci pintu. Karena seperti praktik membuka pintu, si anak berusaha mengunci pintu dengan sikunya. “Buk…Buk, gimana ini ngunci pintunya kalau pakai siku? Nggak bisa-bisa,” keluh si anak dengan wajah serius seperti yang diceritakan ibunya. Sang ibu pun tertawa mendengarnya sambil memberi pemahaman bahwa tidak semua aktivitas harus pakai siku. Yang penting, sang ibu memberi nasihat, bahwa setelah beraktivitas maka mencuci tanganlah dengan benar.  

Bukan hanya itu soal ‘siku’ itu, ada pula cerita dari salah satu ibu yang merasa dag-dig-dug karena anaknya gagal mengucap kalimat yang tepat saat mempraktikan cara membuat hand sanitizer. Akibatnya, perekaman video harus diulang dari awal sampai 4 kali.

Bukan karena capek merekam, masalahnya sang ibu merasa khawatir dengan ketersediaan bahan bakunya. “Takut alkoholnya habis,“ curhat sang ibu ke saya. Namun dari cerita si ibu pula, saya tahu bahwa anak tersebut ternyata juga melakukan refleksi dengan tepat. “Berarti aku harus lebih hati-hati dan alhamdulillah ya bu, stok hand sanitizer kita jadi banyak.” Mendapat reaksi itu, sang ibu berkata ia jadi terharu. Ternyata dari praktik membuat hand sanitizer saja, si anak bisa mengambil hikmah dari kegagalan yang dia lakukan sendiri. Saya terharu.

Dalam proses pembelajaran jarak jauh ini, saya pun bisa mengambil kesimpulan bahwa belajar memang tak mengenal tempat dan waktu. Anak-anak tetap bisa belajar di rumah dengan baik walau tak lagi bertatap muka langsung. Bahwa mereka atau kita harus sedikit kesulitan menyesuaikan diri dalam prosesnya, tentu saja. Tetapi banyak cara agar pembelajaran tetap bisa dilaksanakan.

Dengan merebaknya Covid-19, langkah antisipatif, yakni dengan ‘meliburkan’ murid akhirnya memang jadi pilihan kebijakan. Tapi apakah murid harus berhenti belajar karena mereka tak lagi berada di sekolah? Tentu tidak. Gerakan untuk terus menggaungkan semangat belajar, bukan hanya bisa terdengar di sekolah. Di tempat les, di jalanan, di mal, di rumah, bahkan di ponsel-ponsel kita, semangat itu bisa kita tularkan selalu. Salam Merdeka Belajar!

Komentari Tulisan Ini
Halaman Lainnya
Artikel

#

13/04/2020 08:36 - Oleh Administrator - Dilihat 145 kali
Kelas 6

Panduan MANTUL untuk Siswa Belajar dari Rumah sumber: Anwar Kholil (Communications Manager – Basic Education Program - Tanoto Foundation)   Disukai 12x  &nbs

05/04/2020 16:49 - Oleh Administrator - Dilihat 252 kali
Kelas 5

Belajar Cara Daring Bukan Hanya Sekedar Nonton dan Baca sumber: Ir. Antonius Tanan MBA, MSc, MA   Disukai 74x   Dilihat 2197x 7:18 pm sumber ilustrasi : P

05/04/2020 16:49 - Oleh Administrator - Dilihat 215 kali
Kelas 4

Belajar Cara Daring Bukan Hanya Sekedar Nonton dan Baca sumber: Ir. Antonius Tanan MBA, MSc, MA   Disukai 74x   Dilihat 2196x 7:18 pm sumber ilustrasi : P

05/04/2020 16:48 - Oleh Administrator - Dilihat 226 kali
Kelas 3

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : MIM KALIGONDANGKelas/Semester     : 3 (tiga)/2 (dua)Tema               

05/04/2020 16:48 - Oleh Administrator - Dilihat 297 kali